Semua tulisan yang dimuat adalah hasil asli karya siswa. Untuk menjaga keaslian tersebut, maka kami tidak melakukan editing bahasa.

14 April 2008

CIA, SI PERI COKLAT

Cia adalah seorang anak peri. Namun Cia belum juga mempunyai kekuatan.
“Bu, kenapa Cia nggak dapat kekuatan dari Ratu Bidadari?” tanya Cia kepada ibunya yang baru pulang.
“Cia, ibu kan sudah pernah bilang. Seorang peri baru akan mendapatkan kekuatan kalau sudah berusia 10 tahun. Padahal kan Cia baru berusia 9 tahun 5 bulan dan 3 hari,” jawab ibunya.
“Lalu?”
“Ya.. Cia harus menunggu beberapa bulan lagi untuk punya kekuatan,” jawab ibunya sambil mengelus kepala Cia.

Beberapa bulan kemudian..
“Bu... sekarang umur Cia berapa?” tanya Cia.
“Wah... umur Cia sudah 10 tahun. Ayo sana ke rumah Ratu Bidadari” kata ibu menyemangati.
Tanpa basa-basi, Cia melesat menuju rumah Ratu Bidadari.
“Ratu Bidadari...” panggil Cia.
“Eh Cia. Ada apa?”
“Mmmm.. aku ingin menjadi Peri Cokelat,” kata Cia mantap.
“Nggak salah tuh.. kenapa nggak jadi peri gigi? Kan lebih bermanfaat bagi manusia,” kata Ratu Bidadari kurang setuju dengan permintaan Cia.
“Nggak! Pokoknya peri cokelat! Peri cokelat kan baik, bisa ngasih cokelat ke anak-anak lain, tapi cokelatnya nggak habis,” Cia bersikeras ingin menjadi peri cokelat.
“Baiklah. Tapi, Ratu akan memberi Cia waktu 1 bulan untuk berubah pikiran,” kata Ratu Bidadari tidak bisa menolak permintaan Cia.
“Sekali peri cokelat tetap peri cokelat! Mana sertifikat dan tongkatnya?” bentak Cia.
“Ini tongkat perinya. Tapi sertifikatnya 1 bulan lagi ya,” kata Ratu Bidadari.
“Baik!”

Keesokan harinya.
“Bu, Cia pergi dulu ya, mau mengunjungi anak-anak manusia,” kata Cia pada ibunya.
“Ya... eh tunggu dulu. Cia jadi peri apa sih, kok belum bilang ke Ibu?” tanya ibu penasaran.
“Peri Cokelat,” kata Cia mantap.
Peri cokelat? Kenapa Ratu Bidadari memberikan kekuatan pada Cia menjadi Peri Cokelat? tanya ibu dalam hati. Akh biarlah, Ratu Bidadari tak mungkin salah, gumam ibu.
Dan Cia pun pergi ke sebuah bangunan yang banyak terdapat anak kecil.
“Hai anak-anak Tk yang lucu. Kenalkan.. aku Cia si peri cokelat. Kalian mau cokelat nggak?” kata Cia pada mereka.
“Banyak nggak?”
“Tentu saja! Berapapun yang kalian minta. Gratis..tis..tis!”
“Hole! Kak Cia baik. Makacih ya kak” kata anak-anak itu sambil lari menyerbu cokelat Cia.
“Besok kalau mau lagi, kesini ya. Kak Cia akah bawakan lebih banyak lagi,” kata Cia senang dan terbang ke negeri peri.

Sesampainya di rumah.
“Gimana, sukses mainnya?” tanya ibu saat Cia datang.
“Sukses berat. Anak-anak TK itu suka sama Cia,” kata Cia bangga.
“Ada berapa anak?”
“Sekitar 15 anak.”
“Trus.. cokelat yang Cia kasih, berapa?” tanya ibu lagi.
“Kayaknya 45 batang cokelat. Satu anak dapat 3 batang cokelat yang panjangnya 20 cm. Kok ibu tanya terus sih?” Cia balik bertanya.
“Nggak papa.. tapi... Cia harus berpikir. Nanti kalau pada sakit gigi gimana? Cia yang akan dihukum lho,” nasehat ibu.
“Ah.. dihukum siapa? Ibu? Ibu kan baik. Ratu Bidadari? Dia kan yang kasih Cia kekuatan jadi peri cokelat. E..ngg.. manusia? Cia kan bisa kabur,” bantah Cia. Ibu diam tidak bisa berkata lagi.

Esoknya, Cia kembali mengunjungi anak-anak TK.
“Nih.. Cia bawa cokelat lebih banyak. Masing-masing dapat 5 batang ya,” kata Cia. Dia membawa 75 batang cokelat!
“Wah... makacih kak Cia. Kak Cia pintal.. bisa ngacih sama banyak,” puji anak-anak TK itu. Cia tersenyum bangga.

Satu minggu telah berlalu. Cia makin akrab dengan teman-teman TK-nya. Namun pada hari ke-8...
“Ibu.. itu yang namanya kak Cia,” kata seorang anak sambil memegang pipinya.
“Huh.. dasar anak nakal! Beraninya memberi anakku cokelat. Nggak ijin ibunya lagi,” seorang ibu memukulkan tasnya ke Cia.
Ternyata bukan hanya ibu tadi yang memukul Cia. Beberapa ibu dan bapak berlari mengejar Cia dan hendak memukulnya, sampai akhirnya seorang ibu tidak tega melihatnya dan menghentikan para ibu dan bapak yang mengejar dan memukul Cia.
“Sudah.. sudah! Cukup memukulnya! Jangan sampai anak peri ini mati!”
“Hik..hik..hik. Sakit!” Cia menangis tersedu-sedu sambil memegangi sayapnya yang robek di sana-sini.
“Cia, jangan cengeng dong. Anak ibu kan harus kuat,” seseorang berusaha menghibur Cia.
“Mmm... ibu,” tatap Cia malu.
“Tuh.. akibatnya. Ibu kan sudah bilang, kamu akan dihukum.. dipukuli orang tua anak-anak TK itu. Nah sekarang, Cia masih mau menjadi peri cokelat?” tanya ibu.
“Maafin Cia ya, Bu. Cia nggak nurut kata-kata ibu dan Ratu Bidadari. Cia telah seenaknya membagikan cokelat ke anak-anak TK itu. Padahal Cia belum cukup pintar untuk menjadi peri cokelat. Untuk menebus kesalahan Cia, Cia mau jadi peri gigi,” kata Cia penuh penyesalan.
“Nah.. itu baru anak baik,” puji ibunya.
“Ratu bidadari.. Cia minta maaf atas sikap Cia selama ini. Cia mau kok jadi peri gigi. Dan Cia siap mengikuti ujian dari Ratu Bidadari untuk bisa menjadi peri Gigi.”
“Cia, kamu boleh mengikuti ujian dariku kapan saja kamu mau,” jawab Ratu Bidadari.
Setelah beberapa minggu Cia belajar dan mengikuti ujian dari Ratu Bidadari, ia menjadi murid terpandai kedua di kelas peri gigi. Selain bertambah pintar, ia juga bertambah baik hati dan tangkas. Setiap malam, Cia mengunjungi anak-anak yang pernah diberinya cokelat dan menyelipkan pasta ajaib dan sikat giginya, disertai sebuah tulisan: “Dipakai setiap hari 2 kali setelah makan dan sebelum tidur. Tertanda: Cia si Peri Gigi.”

Karya: Anisa Dyah P (siswa kelas VI Khadijah)

»» Selengkapnya