Semua tulisan yang dimuat adalah hasil asli karya siswa. Untuk menjaga keaslian tersebut, maka kami tidak melakukan editing bahasa.

22 Maret 2008

Selamat Tinggal Sahabat

“Wah.. gak terasa capeknya pagi hari ini. Tapi aku nggak boleh nggak masuk hari ini, hari pertama aku masuk sekolah,” pikir Risa.
“Risa. Risa. Ayo mandi, jangan melamun saja?” kata Umi mengingatkan.
“Iya.. , Umi.”
Teng..teng.. teng. Tanda bel masuk berbunyi. Risa cepat-cepat masuk ke kelasnya. Tak sengaja di tangga ia bertemu sahabatnya, Ida.
“Hai Risa,” sapa Ida.
“Hai Ida, lama kita tidak bertemu ya,” kata Risa balik menyapa.
“Iya, liburan kali ini rasanya cepat sekali ya.”
“Hei cepat dong. Kalau bicara jangan di jalan!” gerutu seseorang.
“Eh i..iya. Maaf. Yuk Da, kita ke kelas,” ajak Risa sambil menggandeng tangan temannya.
Sebelum mengikuti pelajaran, para murid dan juga guru berdoa dulu agar pelajaran yang dilaksanakan berjalan dengan lancar. Allahumma alhimni rusydi wa’ahidni min syarri nafsi (Ya Allah, berilah aku ilham kecerdasan dan lindungilah aku dari kejahatan hawa nafsuku).
Teng..teng..teng..
Bel berbunyi lagi, tanda waktu istirahat telah tiba. Semua pelajaran dihentikan dan para siswa diperbolehkan untuk jajan.
“Risa aku ingin bicara sama kamu. Ada waktu tidak?” tanya Ida.
“Kalau untuk kamu sih, aku punya waktu luang yang banyak. Tapi kamu mau bicara tentang apa?” kata Risa penasaran.
“Ayo ikut aku ke tempat yang sepi,” ajak Ida.
Risa pun mengikuti perintah Ida.
“Risa, sebenarnya aku ingin bicara sama kamu, tapi aku takut persahabatan kita akan putus,” kata Ida.
“Maksudmu apa sih? Aku nggak ngerti maksudmu,” jawab Risa bingung.
“Aku tahu kamu bingung. Aku juga tahu jika besok kamu akan bersedih. Selamat tinggal sahabatku,” kata Ida sambil meninggalkan Risa yang kebingungan.
“Da.. Ida! Tunggu, Da. Aku masih belum ngerti yang kamu bicarakan,” teriak Risa masih dalam kebingunngannya.
Ketika waktu pelajaran, Risa tidak m endengarkan apa yang diterangkan gurunya. Ia masih bingung apa maksud kalimat Ida waktu istirahat tadi.
Keesokan harinya...
“Anak-anak, mulai hari ini temanmu Aida sudah tidak sekolah di sini. Ia pindah sekolah,” kata bu guru memberi pengumuman. Kelas hening dan tangispun terdengar. Barulah Risa mengerti kalimat yang diungkapkan sahabatnya, Ida.
Selamat tinggal sahabat.. kamu memang sahabatku yang terbaik. Aku nggak akan melupakanmu. Dan Risa pun menangis.

Karya: Anisa K (Kelas V Sumayyah)
»» Selengkapnya

14 Maret 2008

Sahabat Sejati

DI suatu desa yang sangat asri dan penghasil ikan terbanyak, tinggallah dua sahabat yang sedang mengerjakan pekerjaan rumah (PR) bersama-sama. Dua sahabat itu bernama Virni dan Mike.
Virni seorang anak yang miskin dan dia ditinggal ayahnya pergi merantau. Sedangkan Mike hidup di tengah keluarga kaya. Tapi Mike tetap mau bersahabat dengan Virni.
Hingga suatu hari, persahabatan mereka diuji. Mike bertanya kepada Virni, ”Kamu kenapa sih kok ngeliatin aku kayak gitu,” tanya Mike kepada Virni.
”Nggak kok, cuma kamu kok nggak bisa ngerjain soal segampang itu sih,” jawab Virni.
“Kok kamu gitu sih? Kamu ngeledek ya. Jangan gitu dong, kita kan sahabat,” ujar Mike dengan nada sedikit marah.
“Jangan sampai persahabatan kita kacau-balau hanya gara-gara PR,” lanjut Mike.
“Emangnya aku suka tingkah kamu yang sok kaya,” kata Virni. “Tingkah apa, yang mana?” tanya Mike. Suasana makin panas dan tidak bersahabat.
“Jangan pura-pura deh, tadi kamu yang ngumpetin bolaku ke dalam sumur kan? Ya kan? Udah deh ngaku aja,” kata Virni dengan suara keras.
“Ah, aku kan cuma bercanda kok,” jawab Mike.
“Tapi jangan berlebihan dong .” jawab Virni.
“ Sorry, nanti aku ganti deh. Lagi pula bolamu kan udah jelek dan kotor,” ledek Mike karena marah.
“Ya, udah kalau gitu, lebih baik persahabatan kita putus,” jawab Virni sambil meninggalkan Mike.
“Oke, kalau gitu. Aku juga ingin begitu,” kata Mike tegas.
Keesokan harinya Mike dan Virni tidak lagi akrab seperti hari-hari kemarin. Bahkan nyapa atau ngobrol pun tidak.
Namun suatu malam, Mike tidak bisa tidur. Dia memikirkan, apa yang terjadi dengan Virni dan dirinya jika mereka bermusuhan makin lama. Begitu juga Virni. Ia takut Mike akan memusuhinya terus.
Lalu Mike pun menelepon Virni. Keduanya mengaku saling kangen, ingin bersahabat kembali.
Keesokan harinya ketika pelajaran Sains, mereka harus melakukan pengamatan dengan kelompok berpasangan. Kebetulan Mike dan Virni beda kelompok.
Hari semakin siang, pelajaran sains dihentikan dan anak-anak dibolehkan pulang. Ketika pulang, Mike menemui Virni.”Vir, aku minta maaf aku terlalu emosi,” ucap Mike. Dia agak malu.
”Aku juga minta maaf, Mike. Aku kangen sekali sama kamu. Aku jadi teringat ayahku.”
Akhirnya mereka berdua bermaafan dan menjalin persahabatan kembali. Dan bola Virni sudah diganti oleh Mike.[]

Kiriman: Elfitri Lidwina Pradita Sari
»» Selengkapnya

12 Maret 2008

Terima Kasih Kakek

DI sebuah rumah papan yang sederhana, tinggallah seorang anak bersama kakeknya. Anak itu bernama Azis dan dia anak yatim piatu. Ayah dan ibunya meninggal dalam kecelakaan saat menjemput Azis dari rumah kakeknya. Akibat tragedi itu pula, mata Azis menjadi buta. Sejak buta, Azis tidak mau bermain dengan teman-temannya. Dia hanya tidur-tiduran di ranjang.
Setelah kematian kedua orangtuanya, Aziz tinggal bersama kakeknya. Suatu kali, kakek Azis sakit parah. Azis tidak tahu harus bagaimana. Akhirnya Azis memutuskan untuk mencari bantuan. Setelah bersusah payah, akhirnya Azis mendapat bantuan dari Pak Ahmad, tetangga sebelah.
Mereka segera pergi ke rumah sakit. Sampai disana, kakek Azis mendapat perawatan yang intensif dari dokter. Beberapa menit kemudian…
“Permisi, apakah Anda keluarga dari kakek itu?” tanya dokter kepada Pak Ahmad.
“Oh, maaf Dok, saya bukan keluarganya. Tapi anak yang ini cucunya,” jawa Pak Ahmad sambil menunjuk ke arah Aziz.
“Nak, kakekmu sudah lama menderita penyakit kanker yang sangat parah. Satu-satunya cara untuk mengambil kanker itu harus dioperasi. Kalau tidak, akibatnya akan fatal,” kata dokter panjang lebar.
“Apa tidak ada cara lain, Dokter?” tanya Azis sedih.
Dokter hanya menggelengkan kepala. Karena tidak ada biaya, akhirnya kakek dibawa pulang. Karena kakek sakit, Aziz tidak ada waktu lagi untuk tidur-tiduran.
Suatu hari, kakek merasa sakitnya kambuh lagi. Azis kembali pergi ke rumah Pak Ahmad. “Pak Ahmad, tolong saya, tolong antarkan kakek ke rumah sakit,” kata Azis meminta sambil tergesa-gesa.
“Tapi mobil saya rusak Aziz,. Bagaimana?” jawab Pak Ahmad.
Akhirnya Azis pulang dengan perasaan kecewa.
“Apakah kakek tidak bisa ditolong lagi?” tanya Azis dalam hati.
Tiba-tiba saja Azis jatuh, dadanya berdetak kencang sekali. “Apakah ada yang akan menimpa kakek?” pikir Azis dalam hati.
Sesampainya di rumah, Aziz mendengar suara kakek memanggil-manggil namanya. “Azis…, Azis…,” panggil kakek.
“Iya Kek, ini Azis,” jawab Azis sambil terisak.
“Azis, kakek… uhuk, uhuk… sudah tidak kuat lagi,” kata kakek sambil terbatuk-batuk.
“Kakek jangan begitu, Kakek harus kuat,” Azis makin sedih.
“Azis, kalau kakek sudah tiada, kamu harus belajar agar menjadi pintar ya,” pesan kakek.
Azis hanya menggelengkan kepala. Setengah menit kemudian, kakek sudah dipanggil oleh Allah Swt. Betapa sedih hati Azis, sekarang dia sebatang kara. Kakek yang dari kecil sampai besar merawatnya kini telah tiada. Hanya tinggal sebuah kesedihan yang mendalam bagi Azis.
Beberapa tahun kemudian Azis menjadi seorang sarjana. Dia ingin membuktikan janjinya pada kakek. Dia ingin membuktikan bahwa tuna netra itu juga bisa berprestasi seperti orang-orang normal. Terima kasih, Kakek.[]im

Kiriman: Khoulah Hanifah
»» Selengkapnya

10 Maret 2008

Pojok Siswa

Pojok ini dimaksudkan untuk mewadahi kreativitas siswa dalam menulis, menggambar ataupun karya lainnya.
Semoga bermanfaat

Tim Humas
SDIT Harapan Bunda
»» Selengkapnya